KELUARGA MASJHADI

Belasan tahun aktif di dunia maya saya jarang sekali bercerita tentang keluarga saya. Banyak teman saya yang heran melihat foto-foto saya di media sosial yang selalu sendirian tanpa keluarga. Saya memang tidak terlalu 'demen' mengunggah foto atau cerita tentang keluarga saya di dunia maya. Saya lebih suka menceritakannya kepada teman ketika bertemu secara langsung di dunia nyata. Hari ini saya membuat pengecualian.  Saya mengunggah foto dan bercerita sedikit tentang almarhumah Ibu saya. Beliau adalah ibu yang sangat kuat sepanjang hidupnya dan baru sakit berat menjelang beliau meninggal. Ibu saya yang begitu luar biasa itu berjuang nyaris sendirian membesarkan ketujuh anaknya sejak Bapak saya meninggal di awal tahun 1980-an. (Bapak saya adalah seorang guru Agama Islam dan meninggal di usia yang relatif muda, 51 tahun). Ketika Bapak saya meninggal, Ibu saya baru berumur 42 tahun. Mbak saya yang tertua baru berumur 19 tahun dan sedang kuliah di Universitas Islam Mala...

Mari menebar kedamaian seperti mubaligh atau ulama dulu yang luwes dan ramah dalam berdakwah. Bapak saya almarhum, Alhamdulillah, dulu mubaligh di kalangan Muhammadiyah, tetapi beliau bersedia menjadi ketua jamaah tahlil di kampung saya. Begitu juga teman bapak saya yang menjadi takmir di masjidnya orang NU, juga fleksibel bersedia mengisi pengajian rutin di masjidnya orang Muhammadiyah. Sungguh perbedaan itu rahmat bila kita bijak menyikapinya. Semasa remaja saya mengaji dan sekolah di Muhammadiyah, tetapi ketika dewasa saya mengaji dan kuliah di Nahdlatul Ulama. Itulah salah satu alasan mengapa saya pribadi ingin luwes di antara banyak aliran keagamaan di Indonesia. Insya Allah. Akhirnya, untuk saudara-saudaraku penggiat Bela Agama Islam, mari bersikap luwes dan ramah dalam membela agama. Mari utamakan berdoa bersama, bukan hanya demonstrasi semata. Universitas Islam Malang